Dessert Nusantara Ini Viral di TikTok, Padahal Cuma Pakai 3 Bahan!
Jakarta, 2025 â Di tengah hiruk-pikuk dunia kuliner digital, muncul satu dessert tradisional Indonesia yang mendadak viral di TikTok. Bukan kue kekinian atau es krim nitrogen, tapi justru jajanan pasar klasik yang hanya berbahan tepung beras, santan, dan gula merah. Fenomena ini menarik perhatian banyak pihak, dari kreator konten hingga analis kuliner profesional.
Jika biasanya TikTok diramaikan dengan makanan-makanan Korea, Jepang, atau fusion kekinian, tren ini menjadi oase yang menyegarkan. Video-video pendek yang memperlihatkan proses pembuatan dessert tersebutâdari mengukus hingga menyiram santan panas ke adonan gula merahâberhasil memikat jutaan penonton dalam waktu singkat.

Menurut analisis awal, faktor visual appeal menjadi salah satu kunci sukses viralnya dessert ini. Tekstur lembut, lapisan warna alami, dan efek suara saat menyiram santan ke adonan membuatnya menjadi konten ASMR yang menggugah. Ditambah lagi, kesederhanaan bahannya membuat siapapun bisa meniru di rumah â inilah yang membuatnya menyebar begitu cepat.
Dari segi budaya, tren ini juga memicu gelombang nostalgia. Banyak penonton mengenali dessert ini sebagai makanan masa kecil yang biasa dijajakan di kampung halaman atau pasar tradisional. Kombinasi antara rasa, kenangan, dan tampilan yang memikat inilah yang memperkuat daya tariknya di media sosial.
Faktor Viral: Kenapa Dessert Ini Meledak di TikTok?
Fenomena viralnya dessert Nusantara ini di TikTok bukanlah sebuah kebetulan. Ada sejumlah faktor yang memicu penyebarannya secara cepat di jagat maya, terutama di kalangan Gen-Z dan milenial. Sebagai analis kuliner digital, kami melihat korelasi kuat antara tampilan visual, kesederhanaan bahan, dan algoritma TikTok yang memprioritaskan konten singkat namun memikat.
Pertama, visual dessert ini sangat memikatâberwarna cerah, bertekstur unik, dan mudah dikreasikan. Dengan hanya tiga bahan utama, food content creator bisa menunjukkan cara membuatnya hanya dalam video 15-30 detik. Ini sangat cocok dengan kultur konsumsi konten cepat seperti di TikTok dan Instagram Reels.
Kedua, penggunaan bahan yang mudah ditemukan membuat audiens merasa âbisa langsung coba di rumah.â Hal ini menciptakan efek domino berupa FOMO (fear of missing out), di mana pengguna ikut-ikutan membuat karena ingin relevan dengan tren yang sedang berlangsung. Ini bukan hanya soal rasa, tapi soal eksistensi digital.

Secara psikologis, konten seperti ini menstimulasi rasa penasaran dan memberi âdopamin instanâ lewat komentar dan likes yang terus bertambah. Para kreator bahkan mulai menambahkan twistâmisalnya topping modern seperti keju parut atau boba pearlsâtanpa mengubah inti tradisional dessert tersebut.
Dari segi branding makanan, ini adalah fenomena penting: makanan tradisional bisa menjadi tren global jika disajikan dengan cara yang relatable dan visual-friendly. Ini menjadi bukti bahwa inovasi dalam menyajikan warisan kuliner bisa membangkitkan rasa nasionalisme baru yang lebih relevan dengan generasi digital.
Asal-Usul Dessert 3 Bahan: Tradisi yang Dirombak Generasi Digital
Salah satu alasan dessert ini menarik perhatian adalah karena ia memiliki akar yang sangat dalam dalam tradisi kuliner Nusantara. Banyak yang tidak sadar bahwa makanan ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu, disajikan secara sederhana di rumah-rumah atau pasar tradisional. Hanya saja, tampilannya belum semenarik versi viralnya saat ini.
Asal-usul dessert ini berakar dari kebiasaan masyarakat desa yang mengolah bahan-bahan sisa dari dapur: santan, tepung beras, dan gula merah. Dalam bentuk tradisionalnya, dessert ini dikenal dengan berbagai nama lokal seperti kue lumpur sederhana di Jawa, sagoe manis di Sumatera, atau kue biji salak mini di Kalimantan.

Namun, yang membuatnya viral bukanlah resepnya, melainkan cara penyajiannya. Generasi TikTok mengubah plating, menambahkan siraman susu evaporasi, bahkan mencetaknya dalam bentuk estetis seperti bentuk bunga atau layer pelangi. Perubahan kecil ini memberi efek visual luar biasa ketika direkam dengan kamera smartphone beresolusi tinggi.
Proses ini dikenal sebagai âkuliner remixâ â di mana tradisi dimodifikasi tanpa menghilangkan jati dirinya. Secara antropologis, ini adalah bentuk modernisasi budaya makanan yang unik. Kita tidak hanya melihat pelestarian, tapi juga adaptasi yang menjembatani lintas generasi.
Sebagai analis, penting dicatat bahwa kekuatan viral ini bukan hanya karena tampilannya, tetapi karena ia menawarkan narasi: tradisi lama, gaya baru. Itu adalah pesan yang sangat kuat bagi audiens yang mencari koneksi dengan akar budayanyaâtanpa kehilangan gaya hidup kekinian.
Peluang Bisnis dan Masa Depan Dessert Viral Ini
Dengan viralitas yang terus meningkat, dessert tiga bahan ini bukan lagi sekadar tren kuliner. Ia telah berevolusi menjadi peluang bisnis mikro yang menjanjikan, terutama di kalangan UMKM, ibu rumah tangga, dan food content creator yang ingin monetisasi kontennya.
Salah satu kekuatan dessert ini adalah tingkat reproduksinya yang tinggi. Karena hanya membutuhkan tiga bahan dasarâsantan, tepung, dan gulaâsiapa pun bisa membuatnya dengan modal rendah. Dalam konteks bisnis rumahan, ini berarti margin keuntungan yang tinggi tanpa perlu peralatan mahal atau dapur profesional.

Beberapa pelaku usaha sudah memanfaatkan tren ini dengan membuka booth kecil di pasar malam, menitipkan di kafe kekinian, atau bahkan menjual dessert pack frozen via e-commerce. Daya tarik visual dan cita rasa yang dekat dengan lidah lokal membuat dessert ini memiliki potensi ekspansi luar biasa, bahkan hingga ke pasar ekspor untuk diaspora Indonesia.
Dari sisi sosial media, dessert ini bisa jadi âhookâ yang kuat untuk membangun audiens. Konten dengan elemen memasak, warna menarik, dan hasil instan adalah kombinasi ideal untuk algoritma TikTok dan Reels. Bagi foodpreneur, ini bukan sekadar jualan makananâtetapi jualan lifestyle dan budaya.
Kesimpulan: Bukan Sekadar Makanan, Tapi Gerakan Budaya
Fenomena viral dessert ini menunjukkan bagaimana makanan bisa menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas. Ia bukan hanya mengisi perut, tapi juga memenuhi rasa ingin tahu dan estetika visual generasi digital. Ini adalah bukti bahwa dengan inovasi kecil, bahkan makanan paling sederhana bisa menjadi ikon nasional baru.
Bagi pelaku bisnis kuliner, analis tren, maupun penikmat makanan, satu pelajaran penting bisa diambil: tak perlu rumit untuk menjadi hebat. Kadang, resep terbaik berasal dari dapur nenekâyang direkam dengan kamera ponsel, lalu diunggah ke TikTok.